Rabu, 16 Oktober 2013

Bank dan Lembaga Keuangan - Bank Syariah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya juga begitu lambat. Pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas pada era tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia dengan hukum yang jelas. Pada awalnya perkembangan bank di Indonesia masih lemah dan bersifat konvensional dalam artian belum memiliki standar dari bank syariah sendiri, karena bank syariah berbasis ideologi Islam sedangkan bank konvensional berdasarkan ideologi barat terutama ideologi Amerika dan Eropa.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan atau keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan sesuai dengan syariah.
Industri perbankan syariah berkembang lebih cepat setelah dikeluarkan dan diberlakukannya perangkat perundang-undangan. Terlebih lagi setelah dikeluarkannya undang-undang pada tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah dimana undang-undang ini dikeluarkan guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat terhadap perbankan syari’ah.
Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tersendiri bagi Perbankan Syariah merupakan hal yang mendesak untuk dilakukan, guna menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah, prinsip kesehatan bank bagi bank syariah dan yang tidak kalah penting diharapkan yaitu dapat memobilisasi dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap bank syariah dalam undang-undang tersendiri.


1.2    Rumusan Masalah
1.    Apa perbedaan bank syariah dengan bank konvensional?
2.    Sebutkan kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank syariah?
3.    Apa prinsip kegiatan usaha dari bank syariah?
4.    Darimanakah sumber dana bank syariah?
5.    Bagaimana perkembangan dan prospek bank syariah di Indonesia?
6.    Bagaimana bentuk laporan keuangan bank syariah?
7.    Bagaimana sistem pembiayaan dalam bank syariah?

1.3    Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui perbedaan bank syariah dengan bank konvensional.
2.    Untuk mengetahui kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank syariah.
3.    Untuk mengetahui prinsip kegiatan usaha dari bank syariah.
4.    Untuk mengetahui sumber dana bank syariah.
5.    Untuk mengetahui perkembangan dan prospek bank syariah di Indonesia.
6.    Untuk mengetahui bentuk laporan keuangan bank syariah.
7.    Untuk mengetahui sistem pembiayaan dalam bank syariah.

1.4    Manfaat Penulisan
1.    Memahami perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional.
2.    Memahami kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank syariah.
3.    Memahami prinsip kegiatan usaha dari bank syariah.
4.    Memahami sumber dana bank syariah.
5.    Memahami perkembangan dan prospek bank syariah di Indonesia.
6.    Memahami bentuk laporan keuangan bank syariah.
7.    Memahami sistem pembiayaan dalam bank syariah.

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1    Definisi Bank Syariah
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank syariah adalah Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank islam atau biasa disebut bank tanpa bunga adalah lembaga keuangan perbankan yang operasional produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW. (Muhammad (2005 : 1)).
Menurut Harahap, Wiroso dan Yusuf (2010 : 5), bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Dengan kata lain bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prisnip syariat islam dan tidak mengandalkan pada bunga.

2.2    Dasar Hukum
UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuan antara lain:
a.    Ketentuan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah.
b.    Pembentukan dan tugas dewan pengawas syariah.
c.    Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Pasal ini merupakan revisi terhadap masalah yang sama pada UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 6 huruf m yang menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank umum adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Perubahan tersebut pada dasarnya menyangkut 3 hal, yaitu:
a.    Istilah prinsip bagi hasil diganti dengan prinsip syariah meskipun esensinya tidak berbeda.
b.    Ketentuan rinci semula ditetapkan dengan peraturan pemerintah kemudian diganti dengan ketentuan Bank Indonesia.
c.    UU yang lama hanya menyediakan prinsip bagi hasildalam hal penyediaan dana saja, sedangkan UU yang baru menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal penyediaan dana dan juga dalam kegiatan lain yang dapat diterjemahkan dalam banyak hal yang mencakup penghimpunan dan penggunaan dana.
Secara umum dengan adanya UU Nomor 10 tahun 1998 tersebut, posisi bank bagi hasil/bank berdasar prinsip syariah secara tegas telah diakui oleh Undang-Undang dan memiliki landasan hukum yang kuat.

2.3    Prinsip Bank Syariah
Menurut Gunadarma (2010), prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Menurut Sofyan, Wiroso dan Yusuf (2010:6), dalam undang-undang perbankan syariah nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Pada dasarnya prinsip bank syariah menghendaki semua dana yang diperoleh dalam sistem perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat hati-hati. Prinsip syariah pada dasarnya sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh nabi, yaitu:
1.    Shiddiq, memastikan bahwa pengelolaan bank syariah dilakukan dengan moralitas yang menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan nilai ini pengelolaan diperkenankan (halal) serta menjauhi cara-cara yang meragukan (subhat) terlebih lagi yang bersifat dilarang (haram).
2.    Tabligh, secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan mengedukasi masyarakat mengenai prinsip-prinsip, produk dan jasa perbankan syariah. Dalam melakukan sosialisasi sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah semata, tetapi juga harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna jasa perbankan syariah.
3.    Amanah, menjaga dengan ketat prinsip kehati-hatian dan kejujuran dalam mengelola dana yang diperoleh dari pemilik dana (shahibul maal) sehingga timbul rasa saling percaya antara pemilik dana dan pihak pengelola dana investasi (mudharib).
4.    Fathanah, memastikan bahwa pegelolaan bank dilakukan secara profesional dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat resiko yang ditetapkan oleh bank. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan yang penuh dengan kecermatn dan kesantunan (ri’ayah) serta penuh rasa tanggung jawab (mas’uliyah).
Beberapa Prinsip atau hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah di Indonesia saat ini antara lain:
·      Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
·      Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
·      Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai.
·      Unsur Gharar (ketidakpastian/spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
·      Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan pada Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang menjiwai bank syariah, yaitu:
1.    Keadilan, kesamaan dan solidaritas.
2.    Larangan terhadap objek dan makhluk.
3.    Pengakuan kekayaan intelektual.
4.    Harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way).
5.    Tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban.
6.    Kondisi umum dari kredit.
7.    Dualiti risiko.

2.4    Tujuan dan Fungsi Bank Syariah
Tujuan Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa ini. Suatu hal yang sangat menggembirakan bahwa belakangan ini para ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar, guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan membangun model teori ekonomi yang bebas dan pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi pendapatan. Oleh karena itu, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut dengan bank syariah. Tujuan perbankan syariah didirikan dikarenakan pengambilan riba dalam transaksi keuangan maupun non keuangan (QS. Al-Baqarah 2 : 275). Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga (Zaenul Arifin, 2002: 39-40).
Fungsi Bank Syariah
·      Intermediary agent (sama seperti bank konvensional)
·      Fund atau investment manager
·      Penyedia jasa perbankan pada umumnya (sama seperti bank konvensional) sepanjang tidak melanggar syariah
·      Pengelola fungsi sosial (ZISWA)
·      Alat transmisi kebijakan moneter (sama seperti bank Konvensional)

2.5    Karakteristik Bank Syariah
Secara umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain:
1.    Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga.
2.    Tidak digunakan untuk usaha yang haram.
3.    Menerima zakat, infaq dan sodaqoh untuk disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, terdapat 8 golongan dalam Al Qur’an.
Pada point pertama, dalam bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, melainkan menggunakan konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka akan dibagi hasil keuntungan tersebut dengan para penabung, jika bank rugi maka para penabung pun akan rugi. Bank syariah juga tidak serta merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat secara tunai melainkan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).
Menurut Antonio (2010 : 34) karakteristik dari bank syariah adalah :
1.    Melakukan investasi-investasi yang halal saja.
2.    Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli atau sewa
3.    Profit dan falah oriented
4.    Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan.
5.    Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank Syariah
·         Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam.
·         Bank syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaan harta nasabah (simpanan) sesuai ajaran Islam.
  • Bank syariah menempatkan karakter/sikap baik nasabah maupun pengelola bank pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank.
  • Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah.
  • Prinsip bagi hasil :
ú  Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
ú  Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
ú  Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
ú  Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil.
ú  Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Bank Konvensional
·       Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja.
  • Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
  • Sistem bunga : 
ú  Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank.
ú  Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank.
ú  Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik. 
ú  Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam.
ú  Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.

3.2  Kegiatan Usaha Bank Syariah
Menurut Zulkifli (2007:61), Secara umum, keseluruhan transaksi di perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yakni :
a.    Produk pembiayaan. Produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang bertujuan utnuk membiayai kebutuhan masyarakat.
b.    Produk dana. Produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang bertujuanuntuk menghimpun dana masyarakat.
c.    Produk jasa. Produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang dibuat untuk melayani kenbutuhan masyarakat yang berbasis pendapatan tanpa exposue pembiayaan.
Menurut Undang-undang RI No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dalam menjalankan usahanya, baik dari segi penghimpunan dan penyaluran dana, bank syariah mempunyai beberapa prinsip operasional yaitu :
1.    Penghimpunan Dana :
Dana yang ditempatkan nasabah di Bank Syariah dalam bentuk Simpanan atau Investasi berdasarkan Akad antara Bank Syariah dan Nasabah yang bersangkutan.
a.    Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b.    Tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
c.    Deposito adalah Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan Akad antara Nasabah Penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS.
d.    Giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan.
e.    Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.    Penyaluran Dana
Dalam Penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar pembiayaan bank syariah terbagi dalam kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
a.    Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memilih barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli adalah suatu prinsip yang menerapkan tata cara jual beli. Dalam prinsip ini, bank mengangkat nasabah sebagai agen untuk melakukan pembelian barang atas nama bank.
b.    Selanjutnya bank menjual barang tersebut kepada nasabah lain dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi bank. Prinsip ini bisa disebut dengan sistem mark up yakni semacam biaya bank yang diperhitungkan secara lum sum dalam bentuk nominal di atas nilai kredit yang diterima nasabah penerima kredit dari bank.
c.    Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil adalah suatu prinsip yang meliputi tata kerja pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana, pembagian hasil usaha dapat terjadi antara nasabah dengan bank. Hasil usaha bank yang dibagikan kepada nasabah penyimpan dana adalah laba usaha bank yang dihitung selama periode tertentu, sedangkan hasil usaha nasabah penerima dana yang dibagikan dengan bank adalah laba yang dihasilkan nasabah penerima dana dari salah satu usahanya yang secara utuh dibiayai oleh bank.

3.3  Prinsip Kegiatan usaha Bank Syariah
1.         Hiwalah : Akad pemindahan hutang nasabah kepada bankdari nasabah lain
2.         Ijarah : Akad sewa-menyewa barang antara bank dengan penyewa, setelah masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan.
3.         Ijarah Wa Iqtina : Akad sewa-menyewa antara bank dengan penyewa yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada penyewa.
4.         Istishna : Akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima pesanan. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesepakatan.
5.         Kafalah : Akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan.
6.         Mudharabah : Akad antara pihak pemilik modal dengan pengelola untuk memperoleh pendapatan/keuntungan. Pendapatan/keuntungan tersebut dibagi sesuai dengan rasio yang disepakati di awal akad. Mudharabah dibagi 2, yaitu :
a.    Mudharabah Mutlaqah : Pengelola diberi kekuasaan penuh untuk mengelola modal, pengelola tidak dibatasi baik mengenai tempat, tujuan, maupun jenis usahanya.
b.    Mudharabah Muqayyadah : Pemilik modal menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh pengelola baik mengenai tempat, tujuan, maupun jenis usahanya.
7.         Murabahah : Akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberi barang yang dibutuhkan nasabah sebesar harga pokok ditambahkan dengan keuntungan yang disepakati.
8.         Musyarakah : Akad kerjasama usaha patungan antara 2 pihak/lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan/keuntungan dibagi sesuai rasio yang telah disepakati.
9.         Qaradh : Akad pinjaman dari bank kepada pihak tertentu yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman. Pihak bank dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada peminjam. Pengembalian pinjaman dapat dilakukan secara angsuran/sekaligus.
10.     Al-qaradh ul Hasan : Akad pinjaman dari bank kepada pihak tertentu untuk tujuan sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
11.     Rahn : Akad penyerahan barang harta nasabah kepada bank sebagai jaminan sebagian/seluruh utang.
12.     Salam : Akad jual barang pesanan antara pembeli dengan penjual. Spesifikasi dan harga disepakati di awal dan pembayaran dilakuakan muka secara penuh.
13.     Sharf : Akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
14.     Ujr : Imbalan yang diberikan/diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan.
15.     Wadi’ah : Akad penitipan barang/uang antara penitip dengan bank dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang/uang. Berdasarkan jenisnya wadi’ah dibagi 2, yaitu :
a.    Wadi’ah Yad Amanah : Akad penitipan barang/uang dimana penerima tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan/kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan/kelalaian penerima titipan.
b.    Wadi’ah Yad Dhamanah : Akad penitipan barang/uang dimana penerima titipan dengan/tanpa ijin pemilik dapat memanfaatkan titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan/kerusakan titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan titipan tersebut menjadi hak penerima titipan.
16.     wakalah : Akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.

3.4  Sumber Dana Bank Syariah
Bagi bank konvensional selain modal, sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk “menahan” uang. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan: transaksi, cadangan(jaga-jaga), dan investasi (John M. Keynes, 1936). Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun sesuai dengan tiga fungsi tersebut yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.
Dalam pandangan syariah uang bukanlah suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga di mana “uang mengembang-biakan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities) baik secara langsung maupun melalui transaksi perdagangan ataupun secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan prinsip tersebut Bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk (Zainul Arifin, Op.cit, 53) :
1.      Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tetapi tanpa memperoleh imbaaln atau keuntungan.
  1. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account/ mudharabah mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan porofolio yang didanai dengan modal tersebut.
3.      Investasi khusus (spesial investment account / mudharabah muqayyadah) di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi.
Dengan demikian sumber dana bank syariah terdiri dari (Ibid):
·       Modal Inti (core capital)
·       Kuasi ekuitas (mudharabah account)
·       Titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit)

3.5  Perkembangan dan Prospek Bank Syariah di Indonesia
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah mengatakan pertumbuhan industri perbankan syariah dapat meningkat hingga 15 persen dalam lima tahun mendatang. Walaupun pertumbuhan yang saat ini baru mencapai 3,9 persen dari total aset perbankan nasional, banyak kalangan melihat perbankan syariah nasional akan terus tumbuh mengingat situasi perekonomian Indonesia saat ini sangat mendukung peningkatan investasi dalam sektor tersebut.
Perjalanan Bank syariah di Indonesia dimulai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dengan dasar UU No. 7 tahun 1992, walaupun pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil hanya sepintas diuraikan. Sistem bank syariah baru mulai dilirik sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Ketika itu, Bank Indonesia melakukan uji kelayakan terhadap semua bank nasional, dan BMI yang baru berumur beberapa tahun dan sebagai satu-satunya bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah menempati peringkat ke 43 dari 208 bank yang ada. Sejak itulah banyak bank konvensional mulai jatuh hati dengan bank syariah dan mulai memberikan dan menyelenggarakan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk baik dengan mengkonversi bank konvensionalnya dengan menjadi bank syariah sepenuhnya maupun hanya dengan membuka divisi atau cabang syariah.
Hingga saat itu perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat  terbilang cukup pesat, apalagi sejak diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, yang membuat pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.Untuk mengetahui seberapa besar perkembangan perbankan syariah selama 5 tahun terakhir, mari kita lihat tabel di bawah ini :
Tabel Total Aset Gabungan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (milyar rupiah)
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jan 2012
26.722
36.538
49.555
66.090
97.519
145.467
143.888
Menurut data Bank Indonesia, terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS) yang beroperasi di Indonesia dengan nilai aset per Januari 2012 adalah sebesar Rp115,3 triliun tumbuh 46 persen dibandingkan pada Januari 2011 yang senilai Rp78,2 triliun.
Sedangkan aset 24 Unit Usaha Syariah (UUS) per Januari 2012 adalah Rp28,6 triliun tumbuh 63 persen dibandingkan Januari 2011 yang hanya berjumlah Rp17,9 triliun dan aset 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah per Januari 2012 ialah Rp3,61 triliun dibanding posisi Januari 2011 yaitu Rp2,77 triliun sehingga meningkat 30,1 persen.
Prospek perbankan syariah terlihat sangat cerah, apalagi Professor of Banking and Financial Regulation Loughborough University, Maximilian JB Hall mengatakan industri perbankan syariah dapat bertahan dari krisis global karena tidak terkait dengan mekanisme pasar dan tanpa spekulasi. Di tahun 2010 pertumbuhan aset perbankan syariah global mencapai 8,9 persen dengan total aset sebesar 900 miliar dolar AS. Dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam, seharusnya, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia dapat lebih meningkat dan tumbuh secara signifikan.
Tentu saja masih banyak yang harus disiapkan oleh semua pihak yang terlibat, instrumen penting dalam perkembangan perbankan syariah antara lain pemenuhan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, peningkatan inovasi produk dan layanan kompetitif serta berbasis kekhususan untuk kebutuhan masyarakat dan keberlangsungan program sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat. Jika ketiga unsur itu dapat dipenuhi dan didukung dengan sarana infrastruktur yang memadai untuk mempromosikan program syariah serta peningkatan instrumen syariah yang terkait, harapannya adalah terwujudnya iklim dan situasi yang ideal bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
3.6  Bentuk Laporan Keuangan Bank Syariah
Laporan keuangan pada sektor perbankan syariah, sama seperti sektor lainnya, adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan aktifitas operasi bank yang bermanfaat dalam mengambil keputusan. 
Fungsi Laporan Keuangan 
Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan, laporan keuangan setidaknya harus berfungsi sebagai berikut :
1.     Menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan antara lain:
·       sahibul maal/pemilik dana
·       kreditur
·       pembayar zakat, infak, dan sadaqah
·       pemegang saham
·       otoritas pengawasan
·       Bank Indonesia
·       Pemerintah
·       Lembaga penjamin simpanan
·       Masyarakat
2.       Informasi dalam menilai prospek arus kas bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat mendukung investor/pemilik dana, kreditur, dan pihak-pihak lain dalam memperkirakan jumlah, aset, dan ketidakpastian dalam penerimaan kas di masa depan atas deviden, bagi hasil,dan hasil dari penjualan, pelunasan(redemption), dan jatuh tempo dari surat berharga atau pinjaman.
3.       Informasi atas sumber daya ekonomi bertujuan memberikan informasi tentang sumber daya ekonomis bank (economic resources), kewajiban bank untuk mengalihkan sumber daya tersebut kepada entitas lain atau pemilik saham serta kemungkinan terjadinya transaksi, dan peristiwa yang dapat mempengaruhi perubahan sumber daya tersebut.
4.       Informasi mengenai kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, serta informasi mengenai pendapatan dan pengeluaran yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan pegelolaan pendapatan dana bank tersebut.
5.       Informasi untuk membantu pihak terkait di dalam menentukan zakat bank atau pihak lainnya.
Acuan Penyusunan Laporan Keuangan 
Penyusunan laporan keuangan bank syariah didasarkan dari beberapa acuan yang relevan, adapun acuan tersebut adalah :
·       Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
·       Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Umum,     Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,     Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Umum, Pernyataan Standar     Akuntansi Keuangan Syariah (PSAKS) dan Interprestasi Standar     Akuntansi Keuangan (ISAK).
·       Accounting and Auditing Standard for Islamic Financial     Institutions yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing     Organization of Islamic Financial Institutions).
·       International Accounting Standard (IAS), Statement of  Financial     Accounting Standard (SFAS), sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
·       Peraturan perundang-undagan yang relevan dengan laporan keuangan
·       Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum, sepanjang tidak     bertentangan dengan prinsip syariah.

3.7  Sistem Pembiayaan dalam Bank Syariah
Pengertian pembiayaan berdasarkan Undang-Undang No.7 pasal 1 ayat 12 tahun 1992 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pembiayaan berdasarkan Undang-Undang No.21 pasal 1 ayat 4 tahun 2008 tentang perbankan syariah dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewamenyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam, dan transaksi sewa-menyewa jasa (multi jasa).
Pembiayaan menurut Wiroso (2005:52) adalah Kegiatan pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen/nasabah dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala oleh konsumen/nasabah. Pembiayaan dalam sistem syariah mempunyai peranan sebagai manager investasi, wakil atau pemegang amanat (custodian) dari pemilik dana atas investasi di sektor riil, sehingga seluruh keberhasilan dan resiko di dunia usaha atau pertumbuhan ekonomi secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga terjalin hubungan yang harmonis. Modus ini menghindarkan terjadinya gap antara sumber dana dengan investasi (saving-investment gap) sehingga menciptakan landasan pertumbuhan yang kuat. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah tidak dikenal istilah bunga dalam memberikan jasa kepada penyimpan maupun peminjam, bunga pada perbankan syariah adalah riba dan hal tersebut diharamkan dalam Islam, seperti yang terdapat dalam QS AL-Baqarah :277-278 :
”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman,”Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiya.”
Adapun pengertian riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain secara linguisti, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Secara umum ekonom muslim/ulama menegaskan bahwa riba merupakan pengambilan tambahan yang harus dibayarkan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syariah. Dengan kata lain riba adalah :
“Penambahan, perkembangan, peningkatan, dan pembesaran yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam pokok sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu.”
Dalam ajaran agama Islam tata cara bermuamalat harus mengikuti perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-sunnah. Penekanan dalam pelarangan tersebut terutama berkaitan dengan praktek-praktek yang mengandung dan dapat menimbulkan riba. Pelarangan mengenai riba ini didasarkan pada firman Allah SWT dan sabda Rasulullah Muhammad SAW sebagai berikut :
“ Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena meraka berkata bahwa jual beli sama denga riba. Padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang
telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah SWT. Barang sipa yang mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.”
Jenis-jenis Pembiayaan
Menurut Yusak Laksmana (2009:42), pembiayaan di bank syariah terbagi atas beberapa jenis berdasarkan bentuk akadnya. Namun, secara umum ada 3 jenis dasar transaksi pembiayaan di bank syariah, yaitu :
1.    Pembiayaan Jual-Beli.
Kata kunci dari pembiayaan jual-beli adalah adanya barang yang diperjual-belikan. Dalam pembiayaan jual-beli bank bertindak sebagai penjual dan nasabah bertindak sebagai pembeli. Pembiayaan ini terdiri dari 3 macam, yaitu: murabahah, salam dan istishna.
2.    Pembiayaan Sewa-Menyewa.
Pengertian pembiayaan sewa-menyewa dapat didefinisikan sebagai transaksi terhadap penggunaan manfaat suatu barang dan jasa dengan pemberian imbalan. Jenis pembiayaan ini terdiri dari ijarah dan ijarah muntahiyah bitamlik.
3.    Pembiayaan Bagi Hasil.
Dalam pembiayaan dengan pola bagi hasil, bank dan nasabah akan bekerja sama dalam suatu usaha, bank sebagai lembaga keuangan akan terlibat dalam permodalan dan nasabah sebagai pelaku kegiatan ekonomi akan terlibat sebagai pelaksana usaha. Pembiayaan Bagi Hasil terbagi menjadi dua, yaitu Musyarakah dan Mudharabah. Namun dalam hal ini penulis hanya membahas mengenai pembiayaan jual-beli murabahah.


BAB IV
PENUTUP
4.1    Simpulan
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan atau keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan sesuai dengan syariah.
Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim. Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank syariah.
Prinsip bank syariah pada dasarnya sama seperti sifat-sifat nabi, yaitu siddiq, tabligh, amanah, fathonah. Sedangkan prinsip kegiatan usaha bank syariah yaitu : hiwalah, ijarah, ijarah wa iqtina, istishna, kafalah, mudharabah, murabahah, musyarakah, qardh, al-qardh ul hasan, rahn, salam, sharf, ujr, wadi’ah, wakalah.

4.2    Saran
Dilihat dari keuntungan-keuntungan dan manfaat dari bank syariah sendiri, seharusnya masyarakat menggunakan bank syariah sebagai tempat penyimpan modal. Namun faktanya pada zaman ini masih banyak yang menggunakan bank konvensional karena tergiur oleh bunga yang dijanjikan. Padahal bunga adalah riba dalam hukum Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyanda, Prayoga. 2012. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Diperoleh dari http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2012/04/13/perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia/, pada tanggal 25 November 2012
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_l0151_0606055_chapter2.pdf
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00101%20AK%20BAB%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31251/4/Chapter%20I.pdf
http://idb4.wikispaces.com/file/view/rd4001.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26411/3/Chapter%20II.pdf
http://www.sarjanaku.com/2012/06/bank-syariah-pengertian-prinsip-tujuan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar