Kamis, 17 Oktober 2013

Bank dan Lembaga Keuangan - Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia : Peluang dan Tantangan


Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk islam terbesar di dunia dengan jumlah penduduk beragama islam sebanyak 88 % dari 240 juta jiwa, namun keberadaan perbankan syariah di Indonesia baru terealisasi pada tahun 1992 yaitu dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia dengan dasar hukum UU No. 7 tahun 1992.
Sistem bank syariah baru mulai dilirik sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Pada saat itu Bank Indonesia melakukan uji kelayakan terhadap semua bank nasional, dan BMI dengan umur yang masih muda dan sebagai satu-satunya bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah menempati peringkat ke 43 dari 208 bank yang ada. Sejak itulah banyak bank konvensional mulai tertarik dengan bank syariah dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia dapat  terbilang cukup pesat.
Satu tahun kemusian pemerintah memberikan amanah kepada Bank Indonesia untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. Selain menganut strategi market driven dan fair treatment, pengembangan perbankan syariah di Indonesia dilakukan dengan strategi pengembangan bertahap yang berkesinambungan (gradual and sustainable approach) yang sesuai dengan prinsip Syariah (comply to Sharia principles).
Tahap pertama dimaksudkan untuk meletakkan fundasi pertumbuhan perbankan syariah yang kokoh (2002 – 2004). Tahap kedua memasuki fase untuk memperkuat struktur industri perbankan syariah (2004 – 2008). Kedua tahap tersebut terbukti keefektifannya, dimana hingga akhir kuartal 1 tahun 2005 perbankan syariah mengalami kemajuan pesat. Pembiayaan syariah pada saat itu mencapai lebih dari 16 triliun yang berasal dari 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah.
Tahap ketiga perbankan syariah diarahkan untuk dapat memenuhi standar keuangan dan mutu pelayanan Internasional (2008–2011). Perkembangan perbankan syariah jauh lebih pesat sejak diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 diterbitkan pada 16 Juli 2008, yang mengatur dengan rinci landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dijalankan perbankan syariah, serta memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah.
Menurut Direktorat Perbankan Syariah-Bank Indonesia 2010, ternyata keberpihakan pada sektor UMKM yang dilakukan bank syariah lebih baik daripada bank konvensional yaitu dengan porsi pembiayaan sebesar 77,1% sementara bank konvensional hanya sebesar 52,5%. Bahkan di salah satu perbankan syariah swasta yang ada di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun (2005-2010) menunjukkan bahwa nasabah kategori Mikro yang meningkat menjadi Kecil sebanyak 863 nasabah. Nasabah kategori Kecil yang meningkat menjadi Komersial sebanyak 1.373 nasabah.
Sementara nasabah kategori Komersial yang menjadi Korporasi sebesar 127 nasabah. Oleh karena itu potensi atau peluang pengembangan perbankan syariah masih besar dengan keberpihakannya kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa perbankan syariah mempromosikan stabilitas keuangan yang lebih tahan krisis dan tetap menunjukkan kinerja positif di tengah gejolak inflasi & suku bunga, sehingga pertumbuhan volume usaha perbankan syariah di Indonesia lebih tinggi dibanding bank konvensional.
Professor of Banking and Financial Regulation Loughborough University, Maximilian JB Hall mengatakan industri perbankan syariah dapat bertahan dari krisis global karena tidak terkait dengan mekanisme pasar dan tanpa spekulasi. Hal itu mengingat paparan risiko ke sektor finansial global kecil. Dari data BI, rasio kecukupan modal perbankan syariah stabil di kisaran 15 % pada September 2012. “Tingkat pembiayaan bermasalahnya juga tetap menurun karena analisis yang lebih baik”, kata Edy Setiadi-Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia.
Menurut Ismail dalam bukunya yang berjudul keuangan dan investasi syariah memaparkan bahwa teknik mudharabah dan musyarakah (prinsip usaha bank syariah) hanya dapat membiayai produksi dan tidak membiayai konsumsi. Hal itu tidak akan mengakibatkan inflasi dalam ekonomi sehingga perbankan syariah terbukti lebih tahan krisis walaupun ditengah gejolak inflasi. Selain itu prinsip pembiayaan islam perbankan syariah dapat memperbesar lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan melalui prinsip mudharabah.
Mudharabah secara utama mempertemukan orang-orang yang memilikimodal dengan orang-orang yang mampu berusaha tetapi tidak mempunyai modal. Musyarakah dapat membantu melalui pengelompokan beberapa orang yang memiliki dana sedikit dan digunakan dalam sebuah usaha secara penuh. Ijarah/leasing dapat diterapkan bagi seorang pengusaha saat awal membuka usaha yang tidak mempunyai modal besar. Dengan ijarah pengusaha dapat melakukan sistem sewa alat yang dibutuhkan untuk usahanya.
Stabilitas ekonomi juga terbentuk karena prinsip mudharabah dan musyarakah dimana pada sisi liabilitas bank membuat sistem perbankan lebih stabil. Liabilitas bank bergerak sama dengan aset dan beberapa guncangan pada sisi aset tidak menciptakan krisis dengan cepat. Lebih jauh lagi, harga modal berdasarkan pada profit dan loss sharing tidak hanya membantu menjaga supply dan demand pada modal dalam ekuilibrium tetapi juga menjaga supply dan demand entrepreneur dalam ekuilibrium
Edy Setiadi menyatakan, “Pertumbuhan aset perbankan syariah secara nasional tetap tinggi bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan aset perbankan syariah secara global. Dalam dua-tiga tahun terakhir, pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai 36 persen per tahun dan pertumbuhan kredit pada September 2012 mencapai 40 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Fokus penyaluran kredit ke sektor UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah)”.
Pada tahun 2005, asset perbankan syariah sebesar 20,9 triliun dan tumbuh sebesar 37,4 % dari tahun 2004. Pembiayaan perbankan syariah sebesar 15,2 triliun meningkat 34,8 % dari tahun 2004 dan DPK perbankan syariah sebesar 15,6 triliun dan tumbuh sebesar 33,2 % dari tahun 2004.
Pada tahun 2006, asset perbankan syariah sebesar 26,7 triliun dan tumbuh sebesar 28 % dari tahun 2005. Pembiayaan perbankan syariah sebesar 20,4 triliun meningkat 34,2 % dari tahun 2005 dan DPK perbankan syariah sebesar 20,7 triliun dan tumbuh sebesar 32,6 % dari tahun 2005.
Pada tahun 2007, asset perbankan syariah sebesar 36,5 triliun dan tumbuh sebesar 36,7 % dari tahun 2006. Pembiayaan perbankan syariah sebesar 27,9 triliun meningkat 36,7 % dari tahun 2006 dan DPK perbankan syariah sebesar 28 triliun dan tumbuh sebesar 35,5 % dari tahun 2006.
Pada tahun 2008, asset perbankan syariah sebesar 49,6 triliun dan tumbuh sebesar 35,6 % dari tahun 2007. Pembiayaan perbankan syariah sebesar 38,2 triliun meningkat 36,7 % dari tahun 2007 dan DPK perbankan syariah sebesar 36,9 triliun dan tumbuh sebesar 31,6 % dari tahun 2007.
Pada tahun 2009, asset perbankan syariah sebesar 66,1 triliun dan tumbuh sebesar 33,4 % dari tahun 2008. Pembiayaan perbankan syariah sebesar 46,9 triliun meningkat 22,8 % dari tahun 2008 dan DPK perbankan syariah sebesar 52,3 triliun dan tumbuh sebesar 41,6 % dari tahun 2008.
Pada tahun 2010, asset perbankan syariah sebesar 97,5 triliun dan tumbuh sebesar 47,6 % dari tahun 2009. Pembiayaan perbankan syariah sebesar 68,2 triliun meningkat 45,4 % dari tahun 2009 dan DPK perbankan syariah sebesar 76 triliun dan tumbuh sebesar 45,5 % dari tahun 2009.
Pada bulan Maret 2011 (kuartal 1), asset perbankan syariah sebesar 101,2 triliun dan tumbuh sebesar 3,8 % dari tahun 2010. Pembiayaan perbankan syariah sebesar 74,3 triliun meningkat 8,9 % dari tahun 2010 dan DPK perbankan syariah sebesar 79,7 triliun dan tumbuh sebesar 4,8 % dari tahun 2010.
Pada bulan Juni 2011 asset perbankan syariah sebesar 109,8 triliun dan tumbuh sebesar 8,5 % dari bulan Maret 2011. Pembiayaan perbankan syariah sebesar 78,6 triliun meningkat 5,9 % dari bulan Maret 2011 dan DPK perbankan syariah sebesar 87 triliun dan tumbuh sebesar 9,3 % dari bulan Maret 2011.
Menurut data Bank Indonesia, terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS) yang beroperasi di Indonesia dengan nilai aset per Januari 2012 adalah sebesar Rp115,3 triliun tumbuh 46 persen dibandingkan pada Januari 2011 yang senilai Rp78,2 triliun. Sedangkan aset 24 Unit Usaha Syariah (UUS) per Januari 2012 adalah Rp28,6 triliun tumbuh 63 persen dibandingkan Januari 2011 yang hanya berjumlah Rp17,9 triliun.
Aset 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah per Januari 2012 ialah Rp3,61 triliun dibanding posisi Januari 2011 yaitu Rp2,77 triliun sehingga meningkat 30,1 persen. Total aset perbankan syariah tahun 2012 sebesar Rp 200 triliun atau 5 % dari total aset perbankan nasional sebesar Rp 4.000 triliun.
Prospek dan peluang perbankan syariah di masa depan sangat cerah, positif  dan tetap menjanjikan. Peluang tersebut diindikasikan oleh beberapa hal, yaitu :
1.    Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih terbuka dan diperkirakan mencapai 6,5 % pada 2013, maka ruang bagi perbankan syariah untuk tumbuh sangat terbuka. Ekonomi domestik yang ditopang oleh konsumsi masyarakat dan investasi masih tetap menjadi motor penggerak utama roda perekonomian nasional dimana keduanya menyumbangkan sekitar 88 % dari total prosuk domestic Bruto (PDB).
2.    Inflasi yang rendah dan pendapatan perkapita masyarakat yang terus meningkat yang tentunya  mendorong peningkatan  jumlah kelas menengah baru. Indikator-indikator ini  akan meningkatkan purchasing power masyarakat sehingga mendorong pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah. Pertumbuhan pembiayaan  bank syariah diperkirakan sebesar 40% pada tahun depan.
3.    Sejalan dengan itu, ekonomi Asia juga menunjukkan ketahanannya yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi rendah, sistem keuangan yang sehat, dan keseimbangan fiskal yang sehat. Semuanya menunjukkan hal yang positif bagi pertumbuhan perbankan syariah di masa depan.
4.    Optimisme  pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia, ditopang oleh kondisi ekonomi Indonesia yang semakin baik. Menurut banyak pengamat dan Forum KEN (Komite Ekonomi Nasional) disebutkan Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi paling stabil di dunia dalam 20  triwulan  terakhir dan dalam 8 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 6,1-6,2% per tahun dengan proyeksi 2013 tumbuh berkisar 6,3-6,7%. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tercatat sebagai yang tertinggi ketiga setelah China dan India.
Berdasarkan agregat makro tersebut, perbankan syariah mempunyai peluang yang besar untuk terus dapat berekspansi dan berkembang, dengan berbagai kebijakan yang produktif untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah, seperti leverage model perbankan syariah, inovasi produk, peningkatan layanan, seperti kemudahan transkasi (utamanya payment),   perluasan jaringan kantor, peningkatan teknologi informasi.
Menurut proyeksi moderat Bank Indonesia, asset perbankan syariah pada tahun 2013  menjadi Rp 269 triliun, tumbuh sekitar Rp 90 triliun (44 %) dari sekarang yang masih Rp 179 triliun.  Proyeksi moderat Bank Indonesia tersebut tampaknya sangat mungkin dicapai, bahkan menurut prediksi Agustianto-Ketua I IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia), angka itu akan terlampaui di akhir tahun 2013 nanti. Pada tahun 2013 diprediksikan pertumbuhan pendanaan (funding) akan lebih ketat dibandingkan pembiayaan, terutama dana-dana  murah.
Namun demikian, Agustianto optimis pengembalian dana ONH (Ongkos Naik Haji)  dari penempatan di sukuk ke perbankan syariah akan mendongkrak jumlah dana DPK di bank syariah. Oleh karena itu penempatan kembali dana ONH ke bank syariah  sangat dinantikan oleh seluruh masyarakat ekonomi syariah dan masyarakat muslim yang memahami manfaat  dana haji untuk kemaslahatan umat.
Bank syariah tidak hanya memiliki peluang yang besar namun tantangan yang dihadapi kedepannya semakin besar pula. 11 tantangan perbankan syariah menurut Agustianto meliputi :
1.        Menyiapkan diri untuk menghadapi terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015, mengingat Indonesia merupakan pasar potensial dengan ruang pertumbuhan yang sangat luas serta pencapaian kinerja yang lebih baik dibandingkan perbankan di negara lain.
2.        Untuk menjadi industry perbankan syariah yang unggul, perbankan syariah harus kreatif dan inofative dalam menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan bisnis nasabah yang senantiasa berubah cepat.
3.        SDM adalah pilar utama pengembangan perbankan syariah. Penambaahan SDM yang kompeten dengan jumlah yang cukup menjadi tuntutan mutlak. Oleh karena itu manajemen bank syariah harus memprioritaskan penciptaan SDM yang kompeten dan berkualitas. Hal ini dapat diwujudkan dengan terus-menerus mengikuti training dan workshop atau kuliah pascasarjana.
4.        Perbaikan kualitas pelayanan perbankan syariah agar dicapai tingkat exellence. Kualitas pelayanan perbankan syariah harus setara, bahkan melebihi pelayanan perbankan konvensional.
5.        Pemanfaatan teknologi IT untuk mendukung layanan, kemudahan akses pembayaran (internet banking, sms banking,dll) serta terciptanya produk-produk baru.
6.        Pelayanan pembiayaan kepada sektor UMKM dan pembiayaan produktif harus diprioritaskan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif yang menyentuh masyarakat secara luas. Upaya ini dapat ditambah dengan membangun linkage program dengan lembaga keuangan mikro syariah, seperti KJKS, BMT dan BPR syariah.
7.        Peningkatan pemahaman masyarakat tentang produk bank syariah, peningkatan pemahaman dan tindakan bankers syariah yang berlandasan maqasid syariah. Edukasi dan sosialisasi, harus terus digalakkan dengan gerakan-gerakan sinergis.
8.        Penyediaan modal sendiri harus terus disiapkan untuk memenuhi ketentuan BI tentang multiple license dan/atau ketentuan risk management. Bank Syariah harus segera meningkatkan posisinya dari Buku I menjadi Buku II. Bahkan dari Buku II menjadi Buku III, agar bisa berkembang dan ekspansi lebih luas.
9.        Bagaimana memperbesar porsi peningkatan pembiayaan ke sektor-sektor yang produktif dan beresiko rendah, seperti infrastrktur yang dibiayai APBN. Bank-Bank Syariah bisa melakukan sindikasi tidak saja sesama bank syariah tetapi juga dengan bank konvensional. Selanjutnya pembiayaan segmen konsumer akan lebih tinggi pertumbuhannya dibandingkan non konsumer.
10.    Membangun brand positioning yang kuat melalui kegiatan promosi dan edukasi yang efektif serta penerapan nilai-nilai syariah sebagai faktor pembeda (differentiator) dengan system konvensional.
11.    Pembukaan outlet baru untuk mendukung peningkatan daya jangkau dan perbaikan kualitas layanan. Jadi selain mengandalkan leverage model dan office channeling, perbankan syariah juga harus ekspansi dengan pendirian outlet baru. Kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berjaringan massif harus diutamakan, seperti PT. POS dalam gerakan funding.
Tantangan yang akan dihadapi kedepannya oleh perbankan syariah menurut IB dan BNI Syariah meliputi :
1.    SDM yang handal dan kompeten.
2.    Inovasi produk (BI, DSN, IAI).
3.    Meningkatkan Publik Awarness.
4.    Tingkat pelayanan setara dengan bank konvensional.
5.    Infrastruktur setara dengan bank konvensional.
6.    Persaingan dengan bank konvensional
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, tahun 2013 merupakan tahun transisi pengawasan mikroprudential perbankan dari Bank Indonesia kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Dalam proses transisi ini, perbankan syariah fokus pada 5 program strategis yang mendorong pada pemerataan ekonomi, yaitu :
1.    Mengarahkan pembiayaan perbankan syariah pada sektor ekonomi produktif dan masyarakat yang lebih luas.
2.    Mengembangkan produk yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat dan sektor produktif.
3.    Melaksanakan transisi pengawasan yang tetap menjaga kesinambungan pengembangan perbankan syariah.
4.    Revitalisasi peningkatan sinergi dengan bank induk.
5.    Meningkatkan edukasi dan komunikasi produk perbankan syariah.
Perlu ditambahkan bahwa faktor pengawasan yang kuat secara internal dan eksternal mutlak dibutuhkan. Jumlah dan skala bisnis bank yang beragam menyebabkan risiko yang dihadapi akan relatif beragam sehingga penguatan fungsi pengawasan regulator sebagai bagian dari early warning sistem akan menjadi kunci dalam mengantisipasi munculnya risiko sistematik yang mungkinj terjadi di masa-masa yang akan datang.
Eksplorasi dan analisis terhadap lima arah kebijakan perbankan syariah di atas memerlukan kajian yang lebih luas dan panjang. Beralihnya fungsi pengawasan perbankan kepada OJK pada tahun 2014 memunculkan harapan kuat bahwa fungsi pengawasan pada lembaga keuangan akan lebih terintegrasi dan terkordinasi, terutama dalam mengantisipasi imbas krisis global yang terjadi sekarang. Masa transisi 1 tahun perlu dijadikan sebagai tahap pematangan di tingkat implementasi dari semua pihak yang terlibat agar fungsi dan harapan dari terbentuknya OJK benar-benar tercapai.
 
DAFTAR PUSTAKA

Agustianto. (2013). Peluang, Tantangan, dan Outlok Perbankan Syariah 2013. (http://www.eramuslim.com dikutip pada 14 Januari 1915 WIB).
Ascarya. 2006. Akad dan Produk Bank Syariah : Konsep dan Praktek di Berbagai Negara. Jakarta : Bank Indonesia.
Budisantoso, Totok dan Triandaru, Sigit. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat.
Djumena, Erlangga. (2012). Bank Syariah Lebih Tahan Krisis. (http://bisniskeuangan.kompas.com dikutip pada 14 Januari jam 08.52 WIB).
Ismail dan Khan, M. Fahim. 2010. Keuangan dan Investasi Syariah Sebuah Analisa Ekonomi. Jakarta : Sketsa.
Program Studi Manajemen. (2012). Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia. (http://www.paramadina.ac.id dikutip pada 14 Januari 2013 jam 09.05 WIB).
Thohuri, H. Rizqullah. (2011). Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia dan Kebutuhan akan SDM Unggul. (http://ebookbrowse.com dikutip pada 16 Januari 2013 jam 20.08 WIB).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar