Selasa, 15 Oktober 2013

Ekonomi Islam - Inflasi dalam Perspektif Islam


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pengalaman krisis demi krisis yang menimpa ekonomi dunia dalam satu abad terakhir ini seharusnya telah menyadarkan kepada kita bahwa masalah inflasi telah berkembang menjadi persoalan yang semakin kompleks. Diawali dengan terjadinya malapetaka yang besar (the great depressions) pada tahun 1930-an, kemudian disusul dengan terjadinya krisis Amerika Latin pada dekade 1980-an, akhirnya muncul kembali pada krisis moneter di Asia pada pertengahan tahun 1997-an, adalah pengalaman ekonomi dunia dengan inflasi tingginya (hyper inflation) yang sangat merusakkan sendi-sendi ekonomi (Triono, 2006).
Secara empirik, pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari krisis tahun 1997-1998 yang mengakibatkan terganggunya sektor riil. Krisis ini diawali dari krisis di sektor moneter (depresiasi nilai tukar rupiah dengan dolar) yang kemudian merambat kepada semua sektor tanpa terkecuali. Tingkat Inflasi ketika itu sebesar 77,60% yang diikuti pertumbuhan ekonomi minus 13,20%. Adapun terganggunya sektor riil tampak pada kontraksi produksi pada hampir seluruh sektor perekonomian. Tahun 1998, seluruh sektor dalam perekonomian (kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih) mengalami kontraksi. Sektor konstruksi mengalami kontraksi terbesar yaitu 36,4%. Disusul kemudian sektor keuangan sebesar 26,6% (Hatta, 2008).
Dalam rangka mengendalikan inflasi dan menjaga stabilnya nilai mata uang, pemerintah dan otoritas moneter yang ada mengambil beberapa kebijakan baik dari segi moneter, fiskal, maupun sektor riil. Dari segi moneter, bank sentral akan menaikkan suku bunga dan pengetatan likuiditas perbankan, mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter, menentukan sasaran akhir kebijakan moneter, mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi dan memformulasikan respon kebijakan moneter.
Namun, dari paparan di atas, hakikatnya otoritas moneter hanya sebatas menyentuh permasalahan teknis atau gejala (symptom) semata. Sebaliknya, perpaduan kebijakan yang digunakan menimbulkan krisis bertambah parah. Solusi yang ditawarkan oleh para ahli dalam memecahkan permasalahan inflasi dan pengangguran secara bersamaan justru menyebabkan efek samping yang lebih buruk dari penyakitnya itu sendiri. Ini terjadi dikarenakan “obat” yang diberikan hanya sebatas menghilangkan penyakit bagian permukaan saja, sementara penyakit bagian dalamnya masih belum disembuhkan.
Penyakit bagian dalam yang belum tersentuh oleh perpaduan kebijakan di atas adalah terkait dengan hakikat mata uang itu sendiri dan sistem yang melingkupinya serta penyalahgunaan dari fungsi dasar uang sebagai alat tukar yang bertambah menjadi tidak hanya sebatas sebagai alat tukar, melainkan juga menjadi sebuah barang (komoditas) yang turut diperdagangkan dengan imbalan bunga (interest).
Menurut Chapra (2000), jika kita hendak melakukan pengobatan, maka tidak akan ada pengobatan yang efektif kecuali hal itu diarahkan kepada arus utama masalah. Contoh penyelesaian masalah yang hanya sampai kepada gejala adalah : penyelesaian krisis ekonomi dengan hanya melihat ketidakseimbangan anggaran, ekspansi moneter yang berlebihan, defisit neraca pembayaran yang terlalu besar, naiknya kecendrungan proteksionis, tidak memadainya bantuan asing dan kerja sama internasional yang tidak mencukupi dan sebagainya. Akibatnya, penyembuhannya hanya bersifat sementara, seperti obat - obatan analgesik, mengurangi rasa sakit hanya bersifat sementara. Beberapa saat kemudian, krisis muncul kembali, bahkan lebih parah, mendalam dan serius.
Lebih khusus di Indonesia, tren inflasi memperlihatkan keadaan yang cukup labil bahkan - pada satu keadaan - mencapai titik yang amat tinggi (hiperinflasi). Misalnya pada saat menjelang jatuhnya Orde Lama yang mencapai ratusan persen, atau fenomena “Krisis Moneter 1997”. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah dengan Bank Indonesia sebagai kekuatan pemegang kendali moneternya, cukup kerepotan mengatasi masalah yang satu ini. Maka tidak sepenuhnya salah jika kita mengatakan bahwa inflasi adalah sebuah penyakit ekonomi.

1.2    Rumusan Masalah
1.         Bagaimana sejarah Inflasi menurut Perspektif Islam ?
2.         Jelaskan pengertian Inflasi menurut Perspektif Islam ?
3.         Apakah penyebab Inflasi menurut Perspektif Islam ?
4.         Sebutkan jenis-jenis Inflasi menurut Perspektif Islam ?
5.         Apa dampak dari terjadinya Inflasi menurut Perspektif Islam ?
6.         Bagaimana solusi menyelesaikan Inflasi menurut Perspektif Islam ?

1.3    Tujuan Penulisan
1.         Untuk mengetahui sejarah Inflasi menurut Perspektif Islam.
2.         Untuk mengetahui pengertian Inflasi menurut Perspektif Islam.
3.         Untuk mengetahui penyebab Inflasi menurut Perspektif Islam.
4.         Untuk mengetahui jenis-jenis Inflasi menurut Perspektif Islam.
5.         Untuk mengetahui dampak dari Inflasi menurut Perspektif Islam.
6.         Untuk mengetahui solusi penyelesaian Inflasi menurut Perspektif Islam.

1.4    Manfaat Penulisan
1.         Memahami dengan jelas tentang sejarah Inflasi menurut Perspektif Islam.
2.         Memahami dengan jelas tentang pengertian Inflasi menurut Perspektif Islam.
3.         Memahami dengan jelas tentang sebab-sebab Inflasi menurut Perspektif Islam.
4.         Memahami dengan jelas tentang jenis-jenis Inflasi menurut Perspektif Islam.
5.         Memahami dengan jelas tentang dampak dari Inflasi menurut Perspektif Islam.
6.         Memahami dengan jelas tentang solusi penyelesaian Inflasi menurut Perspektif Islam.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Sejarah Inflasi menurut Perspektif Islam
Sejarah inflasi terjadi pertama sekali seiring dengan kerajaan Byzantium yang berusaha mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditasnya sebanyak mungkin ke Negara- Negara lain agar dapat mengumpulkan uang emas sebanyak- banyaknya. Tetapi apa yang kemudian terjadi? Akhirnya orang- orang harus makan, membeli pakaian, mengerluarkan biaya untuk transportasi, serta juga menikmati sehingga mereka akan membelanjakan uang (kekayaan) yang dikumpulkan tadi sehingga malah menaikkan tingkat harga komoditasnya sendiri. Spanyol setelah era ‘Conquistadores’ juga mengalami hal yang sama, begitu juga dengan Inggris setelah perang dengan Napoleon (Napoleon War). Pada masa kini, terutama setelah era kapitalis dimulai, masalah yang sama tetap menjadi perdebatan para ekonom dan otoritas keuangan.
Apakah itu Dinar di negara- negara Arab ataupun mata uang negara- negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Spanyol, Italia, Swedia, dan Rusia bahkan juga Amerika, semuanya juga mengalami inflasi. Awal inflasi mata uang Dinar ini dimulai saat Irak berada dipuncak kejayaannya.
Revolusi Harga di Eropa terjadi sepanjang beberapa abad, pola kenaikan tingkat harga pertama kali tampak di Italia dan Jerman sekitar tahun 1470. kemudian, seperti penyakit menular, inflasi menyerang Eropa dimulai dari Inggris dan Perancis pada tahun 1480-an, meluas ke semenanjung Iberia lalu ke Eropa Timur pada tahun 1500-an. Kenaikan harga sangat cepat pada bahan-bahan mentah terutama makanan. Di Inggris harga kayu, ternak, dan biji-bijian meningkat 5 sampai 7 kali lipat dari tahun 1480-1650, sementara manufaktur harganya meningkat 3 kali lipat. Kenaikan 700% selama 170 tahun itu jika dihitung secara compoundhanya sebesar 1,2% pertahunnya,tetapi disisi lain gaji hanya meningkat kurang dari ½-nya, sehingga masyarakat sangat mengalami goncangan akibat tekanan inflasi. Daya beli uang dan gaji pekerja menurun dengan tingkat yang dianggap sangat mencemaskan.
Semua kejadian di atas adalah akibat gabungan dari penurunan produksi pertanian, pajak yang berlebihan, depopulasi, manipulasi pasar, high labour cost, pengangguran, kemewahan yang berlebihandan sebab-sebab lainnya, seperti perang yang berkepanjangan, embargo dan pemogokan kerja.
Adapun Negara Eropa yang dapat dianggap bertahan dengan sukses menghadapi inflasi adalah Inggris. Akan tetapi, hal itu terjadi pada masa-masa perekonomiannya dianggap terbelakang dibandingkan dengan negara-negara di Eropa yang lainnya. Paham financial rectitude walupun banyak dikagumi, tidak pernah menjadi jalan untuk mencapai kemakmuran. Setelah pertumbuhan pesat uang (pendanaan kredit) dan simpanan bank akibat pembiayaan perang dengan Napoleon dan kemudian untuk pembiayaan Perang Dunia I, Inggris terpaksa menghentikan Konvertibilitas antara sterling dengan emas serta juga obsesinya teerhadap penciptaan “superior –quality money” karena terjadi deflasi yang drastic yang diikuti gangguan social yang sangat seris. Keputusan untuk kembali ke standar emas pada tahun 1925, yang mendahului beberapa kebijakan yang mencekik perekonomian, akhirnya diakhiri pada tahun 1931.
Selain Inggris Prancis juga mengalami permasalahan antara emas - nilai mata uang - inflasi. Michel chevalier (seorang ekonom Prancis abad 19) dalam karangannya bahwa pertambahan penawaran emas akibat ditemukannya tambang- tambang emas baru di California, Australia, dan Afrika selatan akan mengakibatkan turunnya harga emas relatif dibandingkan perak yang kemudian akan membawa pada turunnya nilai riil emas (inflasi) atau naiknya tingkat harga seluruh barang kecuali emas. Diketahui bahwa ada hubungan yang besar antara kenaikan produksi emas dengan kenaikan tingkat inflasi di Perancis tahun 1870. adam smith juga mengungkapkan pendapat yang sama tentang hal ini yang memperkuat penelitian Jean Bodin pada tahun 1568 yang meneliti bahwa meningkatnya harga emas dan perak berhubungan erat dengan meningkatnya tingkat harga- harga secara umum.
Namun pada umumnya dari studi diatas menunjukkan bahwa penyebab inflasi di Indonesia ada dua macam : yaitu inflasi yang diimpor dan defisit dalam Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN). Penyebab inflasi lainnya menurut Sadono Sukirno adalah kenaikan harga-harga yang diimpor, penambahan penawaran uang yang berlebihan tanpa diikuti oleh pertambahan produksi dan penawaran barang, serta terjadinya kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggung jawab

2.2    Pengertian Inflasi menurut Perspektif Islam
Inflasi dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. Campbell R. McConnell dan Stanley L. Brue mengemukakan inflasi adalah a rise in the general level of prices , berarti inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dari barang / komoditas dan jasa selama periode waktu tertentu. Kenaikan harga tersebut dimaksudkan bukan terjadi sesaat, misalnya harga barang-barang naik menjelang lebaran atau hari libur lainnya. Karena ketika lebaran usai harga barang kembali ke konsidi semula maka harga seperti itu tidak dianggap sebagai inflasi. Inflasi juga berkaitan dengan kenaikan harga secara umum, artinya kenaikan harga satu jenis barang maupun jasa juga tidak termasuk termasuk inflasi , misalnya pada musim lebaran harga tiket pesawat naik.
Taqyuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364-1441) menyatakan seperti yang dikutip Euis Amalia dalam bukunya Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, bahwa inflasi terjadi ketika harga-harga secara umum mengalami kenaikan yang berlangsung secara terus menerus. Pada saat itu persediaan barang dan jasa mengalami kelangkaan, sementara konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk sejumlah barang dan jasa yang sama.

2.3    Penyebab Inflasi menurut Perspektif Islam
Moris Elih mengemukakan seperti yang dikutip Ahmad Hasan dalam bukunya al-Auraq al-Naqdiyah fi al-Iqtishad al-Islamy Qimatuha wa Ahkamuha, problem terbesar yang dihadapi oleh perekonomian yang tidak terselesaikan sampai sekarang adalah pergolakan perekonomian dan perubahan-perubahan nilai harga mata uang.
Dalam sejarah moneter, awal munculnya inflasi adalah mulai diberlakukannya dan beredarnya mata uang dinar dan dirham campuran (tidak murni) serta fulus sebagai mata uang pokok. Kemudian dimasa sekarang fenomena inflasi semakin bertambah dengan diterapkannya mata uang kertas. Sebetulnya hal ini telah diperingatkan oleh ulama seperti Imam Syafi’i yang melarang pemerintah mencetak dirham yang tidak murni karena akan merusak nilai mata uang, menyebabkan naiknya harga dan hal itu merugikan orang banyak serta menimbulkan kerusakan-kerusakan.
Ibnu Taimiyah (1263-1328) pada masa Daulah Bani Mamluk juga telah memperingatkan keadaan ini, ia menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan menyingkarkan mata uang berkualitas baik dari peredaran. Apabila fulus dibiarkan beredar sebagai alat tukar maka niscaya dinar dan dirham akan menghilang dari peredaran. Inflasi bisa terjadi disebabkan oleh faktor - faktor non meneter seperti bencana alam, banjir yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi bahan kebutuhan pokok mapun rusaknya infrastruktur jalan dan sebagainya sehinga berakibat pada terhambatnya distribusi bahan kebutuhan ke beberapa daerah. Inflasi juga bisa disebabkan oleh factor non moneter lainnya seperti lambannya respon pemerintah mengantisipasi terjadinya inflasi.
Seperti yang dikemukakan Ryan Kiryanto, ekonom senior BNI pada Diskusi yang bertajuk “Peranan Bank Sentral dalam Kebijakan Stabilitas Moneter” di Jakarta tanggal 13 Maret 2007, proses politik Indonesia yang rumit, lambatnya keputusan impor beras karena belum disetujui DPR, mendorong terjadinya inflasi bulan Januari 2007 yang tercata sebesar 1,77% yang diakibatkan oleh kenaikan harga beras.
Secara umum penyebab terjadinya inflasi menurut ekonomi Islam seperti yang dikemukakan al-Maqrizi adalah:
1.    Natural Inflation yaitu inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah, manusia tidak punya kuasa untuk mencegahnya. Inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya penawaran agregatif (AS↓) atau naiknya permintaan agregatif (AD↑). Ketika bencana alam terjadi berbagai bahan makanan, dan hasil bumi lainnya mengalami gagal panen, sehingga persediaan barang-barang kebutuhan tersebut mengalami penurunan dan terjadi kelangkaan. Di pihak lain, karena barang-barang itu sangat signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang mengalami peningkatan. Harga-harga melambung tinggi jauh melebihi daya beli masyarakat.
Akibatnya kegiatan ekonomi mengalami kemacetan bahkan berhenti sama sekali yang pada akhirnya menimbulkan bencana kelaparan, wabah penyakit, kematian. Keadaan ini memaksa rakyat untuk menekan pemerintah agar memperhatikan mereka. Untuk menanggulangi bencana ini, pemerintah mengelurakan dana besar yang mengakibatkan perbendaharaan negara menjadi berkurang secara drastic atau deficit anggaran.
Jika memakai persaman MV = PQ Di mana :
M         = jumlah uang beredar
V         = kecepatan peredaran uang
P                      = tingkat harga
Q         = jumlah barang dan jasa
Maka natural inflasi dapat diartikan sebagai: Pertama, Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (Q). Jika jumlah barang dan jasa yang diproduksi menurun (Q↓) sedangkan jumlah uang beredar (M) dan kecepatan peredaran uang (V) tetap maka konsekwensinya tingkat harga naik(P↑). Kedua, Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar dari nilai import, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan jumlah uang beredar menurun (M↓), jika kecepatan peredaran uang (V) dan jumlah barang dan jasa(T) tetap maka terjadi kenaikan harga (P↑).
Natural inflation dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua yaitu: pertama, Uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak karena ekxpor meningkat (X↑) sedangkan impor menurun (M↓) sehingga net export nilainya sangat besar yang mengakibatkan naiknya permintaan agregatif (AD↑). Keadaan ini pernah terjadi pada masa Umar ibn Khatab, pada masa itu ekportir yang menjual barangnya ke luar negeri membeli barang-barang dari luar negeri (impor) lebih sedikit jumlahnya dari barang yang mereka jual (positive net export).
Adanya positive net export akan menjadikan keuntungan yang berupa kelebihan uang yang akan dibawa ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat meningkat (AD↑). Naiknya permintaan agregat (AD↑) akan mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑) secara keseluruhan. Untuk mengatasi keadaan ini Umar melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut, akibatnya terjadi penurunan permintaan agregatif (AD↓), dan tingkat harga kembali normal. Kedua, Turunnya tingkat produksi (AS↓) karena terjadinya paceklik, perang ataupun embargo ekonomi. Masa paceklik ini pernah terjadi pada masa Umar ibn Kahatab yang mengakibatkan kelangkaan gandum yang berdampak pada naiknya tingkat harga-harga (P↑).
2.    Human Error Inflation yaitu inflasi yang terjadi karena kesalahan manusia. Inflasi yang disebabkan oleh human error inflation terjadi karena :
a.         Corruption and bad administration (korupsi dan buruknya administrasi).
Pengangkatan para pejabat yang berdasarkan suap, nepotisme, dan bukan karena kapabilitas akan menempatkan orang-orang pada berbagai jabatan penting dan terhormat yang tidak mempunyai kredibilitas. Mereka yang mempunyai mental seperti ini, rela menggadaikan seluruh harta milik untuk meraih jabatan, kondisi ini juga akan berpengaruh ketika mereka berkuasa, para pejabat tersebut akan menyalahgunakan kekuasaannya untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk menutupi kebutuhan finasial pribadi atau keluarga atau demi kemewahan hidup.
Akibatnya akan terjadi penurunan drastis terhadap penerimaan dan pendapatan Negara. Korupsi akan mengganggu tingkat harga, karena para produsen akan menaikkan harga jual barangnya untuk menutupi biaya-biaya siluman yang telah mereka keluarkan. Dimasukkannya biaya siluman dalam biaya produksi (cost of goods sold) akan menaikkan total biaya produksi. ATC dan MC menjadi ATC2 dan MC2. Sehingga harga jual menjadi naik dari P menjadi P2. Hal ini menjadi tidak mereflleksikan nilai sumber daya sebenarnya yang digunakan dalam proses produksi.
Harga yang terjadi terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada sehingga lebih lanjut mengakibatkan sekonomi biaya tinggi (high cost economy) pada akhirnya akan terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang tentu akan merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Keadaan seperti inilah yang sebetulnya membuat perkonomian Indoensia semakin terpuruk. Virus Korupsi dan buruknya administrasi ini mewabah mulai dari pejabat tinggi sebagai pemegang otoritas tertinggi sampai ke tingkat lurah/desa. Di mana-mana setiap berurusan dengan administrasi dan birokrasi selalu ada uang siluman. Keadaan inipun sampai ketingkat pedagang kecil, uang takut/keamanan yang dipungut preman jelas merugikan masyarakat.
b.    Excessive tax (pajak yang tinggi)
Akibat dari banyaknya pejabat pemerintahan yang bermental korup, pengeluaran negara mengalami peningkatan yang sangat drastis, sebagai kompensasi mereka menerapkan system perpajakan tinggi dan menerapakan berbagai jenis pajak. Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan buruknya administrasi yakni efisensi loss atau dead weigh loss. Konsekwensinya biaya-biaya produksi meningkat, dan akan berimplikasi pada kenaikan harga barang produksi.
c.    Excessive sieignore (percetakan uang berlebihan)
Ketika terjadi defisit anggaran baik sebagai akibat dari kemacetan ekonomi, maupun perilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang negara, pemerintah melakukan percetakan uang fulus secara besar-besaran. Menurut al-Maqrizi seperti yang dikutip Adiwarman Azwar Karim, percetakan uang yang berlebihan akan mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑), menurunnya nilai mata uang secara drastis, akibatnya uang tidak lagi bernilai. Menurut al-Maqrizi kenaikan harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk jumlah uang fulus, sedangkan jika diukur dengan emas (dinar ), harga-harga komoditas itu jarang sekali mengalami kenaikan. Uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertaransaksi dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal yang kecil.
Di Negara-negara industry pada umumnya inflasi bersumber dari salah satu atau gabungan dari dua masalah berikut :
1.    Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa. Keinginan untuk mendapatkan barang yang mereka butuhkan akan mendorong para konsumen meminta barang itu pada harga yang lebih tinggi. Sebaliknya para pengusaha akan menahan barangnya dan hanya menjual kepada pembeli-pembeli yang bersedia membayar pada harga yang lebih tinggi.
2.    Kecenderungan ini akan menyebabkan kenaikan harga-harga. Kedua, Pekerja-pekerja di berbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah. Apabila para pengusaha menghadapi kesukaran dalam mencari tambahan tenaga kerja untuk meningkatkan produksinya, pekerja-pekerja yang ada akan terdorong untuk meminta kenaikan upah. Apabila kenaikan upah berlaku secara meluas, akan terjadi kenaikan biaya produksi dari berbagai barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. Kenaikan biaya produksi tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan menaikkan harga-harga barang mereka.
Di dalam perekonomian yang sudah maju, masalah inflasi sangat erat kaitannya dengan tingkat penggunaan tenaga kerja. Di samping itu inflasi dapat pula berlaku sebagai akibat dari :
1.    Kenaikan harga barang impor
2.    Penambahan penawaran uang yang berlebihan tanpa diikuti oleh penambahan produksi dan penawaran barang
3.    Kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggungjawab.
4.    Selain karena peningkatan uang beredar, peningkatan permintaan juga disebabkan oleh expected inflation. Bila masyarakat meyakini bahwa inflasi di tahun ini akan tinggi, masyarakat cenderung membelanjakan uangnya saat ini untuk membeli dan menyimpan barang, terutama barang-barang yang bisa melindungi kekayaan dari inflasi misalnya emas dan property. Akibatnya, inflasi jadi melambung.
Inflasi juga bisa terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuannya. Keterbatasan kekayaan yang dimiliki menyebabkan masyarakat menggunakan kartu kredit untuk melakukan belanja. Penggunaan kartu kredit untuk konsumsi merupakan upaya belanja dengan menggunakan kekayaan yang diharapkan akan diterima di masa datang. Hal ini menyebabkan bertambahnya uang yang beredar yang melebihi pendapatan yang bersangkutan yang mendorong terjadinya inflasi.

2.4    Jenis-jenis Inflasi menurut Perspektif Islam
Inflasi dalam ilmu ekonomi konvensional dapat digolongkan dengan beberapa cara:
1.    Inflasi dapat digolongkan menurut besarnya, yaitu :
a.    Inflasi ringan atau low inflation, yang disebut juga dengan inflasi satu dijit (single digit inflation) yaitu inflasi di bawah 10 % per tahun. Inflasi ini masih dianggap normal. Dalam rentang inflasi ini orang masih percaya pada uang dan masih mau memegang uang.
b.    Inflasi sedang atau galloping inflation atau double digit bahkan triple digit inflation yakni inflasi antara 20 % sampai 200 % pertahun. Inflasi seperti ini terjadi karena pemerintah lemah, perang, revolusi dan kejadian lain yang menyebabkan barang tidak tersedia sementara uang berlimpah, sehingga orang tidak percaya pada uang. Pada saat seperti ini orang hanya mau memegang uang seperlunya saja, sedangkan kekayaan disimpan dalam bentu asset-aset rill. Orang akan menumpuk barang-barang, membeli rumah dan tanah. Pasar uang akan mengalami penyusutan dan pendanaan akan dialokasikan melalui cara-cara selain dari tingkat bunga serta orang tidak akan mau memberikan pinjaman kecuali dengan tingkat bunga yang tinggi.
c.    Hyperinflation yaitu inflasi di atas 200% per tahun. Dalam keadaan seperti ini, orang tidak percaya pada uang. Lebih baik membelanjakan uang dan menyimpan dalam bentuk barang seperti emas, tanah, bangunan, karena barang-barang jenis ini kenaikan harganya setara dengan inflasi. Inflasi yang sangat berbahaya ini muncul sebagai akibat dari : pertama, Munculnya kehancuran social dan runtuhnya aktivitas perekonomian, kedua, Ketidakmampuan pemerintah untuk mengamankan situasi serta kehilangan kekuasaan terhadap rakyat, ketiga, Terjadinya perang yang menghancurkan, seperti yang terjadi terhadap mata uang Irak setelah perekonomian negara tersebut dibeikot dan diserang Amarika dan sekutunya.
2.    Berdasarkan sumber inflasi, inflasi terbagi kepada :
a.    Inflasi karena tarikan permintaan (demand pull inflation) , yaitu Kenaikan harga-harga karena tingginya permintaan, sementara barang-barang tidak tersedia sehinga harga naik.
b.    Inflasi karena dorongan biaya (cost push inflation), yaitu inflasi karena biaya atau harga factor produksi seperti upah buruh meningkat sehingga produsen harus menaikkan harga supaya mendapatkan laba dan produksi bisa berlangsung terus.
3.    Berdasarkan asal inlasi, inflasi dapat dikategorikan kepada:
a.    Domestik inflation yaitu inflasi yang bersumber dari dalam negeri. Misalnya permintaan meningkat untuk barang tertentu, maka terjadi demand pull inflation yang berasal dari dalam negeri. Atau terjadi kenaikan harga factor produksi yang diimpor maka terjadi cost push inflation yang bersumber dari luar negeri atau import cost push inflation.
b.    Foreign atau imported inflation, yaitu inflasi yang bersumber dari luar negeri. Misalnya terjadi lonjakan permintaan ekspor secara terus menerus, maka terjadi demand pull inflation yang berasal dari luar negeri. Atau terjadi kenaikan harga factor produksi yang diimpor maka terjadi cost push inflation yang bersumber dari luar negeri atau imported cosh push inflation.
4.    Berdasarkan harapan masyarakat, inflasi dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :
a.    Expected inflation yaitu besar inflasi yang diharapkan atau diperkirakan akan terjadi. Misalnya bila inflasi dari tahun 2001 sampai tahun 2006 konstan 6 %, kemudian besarnya inflasi yang dihargetkan tahun 2007 6,5 %.
b.    Unexpected inflation yaitu inflasi yang tidak diperkirakan akan terjadi. Misalnya diperkirakan inflasi tahun 2007 sebesar 6,5 %, kemungkinan besar inflasi tahun 2007 menyimpang dari 6,5 % menjadi 6,8%. Penyimpangan tersebut merupakan unexpected inflation.

2.5    Dampak Inflasi menurut Perspektif Islam
Inflasi umumnya memberikan dampak yang kurang menguntungkan dalam perekonomian, akan tetapi sebagaimana dalam salah satu prinsip ekonomi bahwa dalam jangka pendek ada trade off antara inflasi dan pengangguran menunjukkan bahwa inflasi dapat menurunkan tinhgkat pengangguran, atau inflasi dapat dijadikan salah satu cara untuk menyeimbangkan perekonomian Negara, dan lain sebagainya. Secara khusus dapat diketahui beberapa dampak baik negatif maupun positif dari inflasi adalah sebagai berikut :
Dampak Negatif
1.    Bila harga secara umum naik terus-menerus maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena disatu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
2.    Sebagai akibat dari kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush akibatnya bank kekurangan dana berdampak pada tutup (bangkrut ) atau rendahnya dana investasi yang tersedia.
3.    Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga di pasaran.
4.    Distribusi barang relative tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki banyak uang.
5.    Bila inflasi berkepanjanagn produsen banyak yang bangkrut karena produknya relatif akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6.    Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
Dampak positif
1.    Masyarakat akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifme dapat ditekan.
2.    Inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
3.    Tingkat pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau membuka usaha.

2.6    Solusi penyelesaikan Inflasi menurut Perspektif Islam
Secara teori, inflasi tidak dapat dihapus dan dihentikan, namun laju inflasi dapat ditekan sedemikian rupa. Islam sebetulnya pula solusi menekan laju inflasi seperti yang telah dikemukan oleh tokoh-tokoh ekonomi Islam klasik. Misalnya al-Ghazali (1058-1111) menyatakan, pemerintah mempunyai kewajiban menciptakan stabilitas nilai uang. Dalam ini al-Ghazali membolehkan penggunaan uang yang bukan berasal dari logam mulia seperti dinar dan dirham, tetapi dengan syarat pemerintah wajib menjaga stabilitas nilai tukarnya dan pemerintah memastikan tidak ada spekulasi dalam bentuk perdagangan uang.
Ibnu Taimiyah (1263-1328) juga mempunyai solusi terhadap inflasi ini. Ia sangat menentang keras terhadap terjadinya penurunan nilai mata uang dan percetakan uang yang berlebihan. Ia berpendapat pemerintah seharusnya mencetak uang harus sesui dengan nilai yang adil atas transaksi masyarakat, tidak memunculkan kezaliman terhadap mereka. Ini berarti Ibnu Taimiyah menekankan bahwa percetakan uang harus seimbang dengan trasnsaksi pada sector riil. Uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal yang kecil.
Di samping itu ia juga menyatakan bahwa nilai intrinsic mata uang harus sesuai dengan daya beli masyarakat. Penciptaan mata uang dengan nilai nominal yang lebih besar dari pada nilai intrinsiknya akan menyebabkan penurunan nilai mata uang serta akan memunculkan inflasi. Ini berarti akibat dari rendahnya nilai intrinsic uang menjadi salah satu terjadinya inflasi. Begitu juga pemalsuan mata uang dan perdagangan mata uang di nilai ibn Taimiyah sebagai bentuk kezaliman terhadap masyarakat dan bertentangan dengan kepentingan umum.
Husain Shahathah menawarkan beberpa solusi untuk mengatasi inflasi adalah; 1) Reformasi terhadap system moneter yang ada sekarang dan menghubungkan antara kuantitas uang dengan kuantitas produksi. 2) Mengarahkan belanja dan melarang sikap berlebihan dan belanja yang tidak bermanfaat. 3) Larangan menyimpan (menimbun) harta dan mendorong untuk menginvestasikannya. 4) Meningkatkan produksi dengan memberikan dorongan kepada masyarakat secara materil dan moral. Menjaga pasokan barang kebutuhan pokok merupakan yang krusial untuk bias mengendalikan inflasi.
Dalam perekonomian sekarang Bank sentral mempunyai peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Selain itu bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar uang mata uang domestic. Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia termasuk Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah inflasi yaitu :
1.    Kebijakan fiskal. Kebijakan ini dilaksanakan dalam bentuk mengurangi pengeluaran pemerintah, langkah ini menimbulkan efek yang cepat dalam mengurangi pengeluaran dalam perekonomian.
  1. Kebijakan moneter. Yaitu peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar. Dalam inflasi, bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka, menarik uang dari system perbankan, menaikan persyaratan minimum, atau menaikan tingkat diskonto sehingga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

BAB III
PENUTUP
3.1    Simpulan
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dari barang/ komoditas dan jasa selama periode waktu tertentu. Pada initinya muncul sebagai akibat diberlakukannaya mata uang yang nilai intrinsiknya lebih rendah dari nilai nominalnya. Secara umum penyebab terjadinya inflasi adalah Natural inflation yaitu inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah, yang diakibatkan oleh turunnya penawaran agregatif dan naiknya permintaan agregatif. Dan Human error inflation yaitu inflasi yang terjadi karena kesalahan manusia. Seperti korupsi dan buruknya administrasi, pajak yang tinggi, dan percetakan uang berlebihan. Untuk mengatasi inflasi maka pemerintah harus menjaga kestabilan nilai uang dengan melakukan kebijakan moneter berupa menjaga keseimbangan antara percetakan uang dengan trasnsaksi pada sector riil.
Selain itu inflasi juga memberikan dampak-dampak bagi masyarakat dan negara, adapun dampak-dampaknya antara lain adalah :
Dampak Negatif
1.      Bila harga secara umum naik terus-menerus maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena disatu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
2.      Sebagai akibat dari kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush akibatnya bank kekurangan dana berdampak pada tutup (bangkrut ) atau rendahnya dana investasi yang tersedia.
3.      Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga di pasaran.
4.      Distribusi barang relative tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki banyak uang.
5.      Bila inflasi berkepanjanagn produsen banyak yang bangkrut karena produknya relatif akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6.      Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
Dampak positif
1.    Masyarakat akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifme dapat ditekan.
2.    Inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
3.    Tingkat pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau membuka usaha.
Berbagai macam solusi ditawarkan untuk menyelesaikannya, dan Kebijakan-kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah inflasi yaitu :
1.    Kebijakan fiskal. Kebijakan ini dilaksanakan dalam bentuk mengurangi pengeluaran pemerintah, langkah ini menimbulkan efek yang cepat dalam mengurangi pengeluaran dalam perekonomian.
2.    Kebijakan moneter. Yaitu peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar. Dalam inflasi, bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka, menarik uang dari system perbankan, menaikan persyaratan minimum, atau menaikan tingkat diskonto sehingga akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

3.2    Saran
1.      Agar pemerintah lebih waspada dan lebih menguasai keadaan pasar sehingga inflasi dapat diminimalisir hingga sekecil mungkin.
2.      Agar pemerintah lebih bijaksana untuk membuat APBN/APBD yang buktinya ikut andil dalam penyebab terjadinya inflasi di Indonesia.
3.      Agar masyarakat belajar tentang hal ekonomi sehingg jika adanya inflasi, masyarakat dapat menghadapinya tampa ada demo-demo yang berhubungan dengan bahan-bahan pokok dan BBM.
4.      Agar masyarakat dan pemerintah berjalan selaras dan belajar dari kejadian di masa lalu agar tidak terulang kembali, terutma dalam hal kekacauan akibat inflasi.

DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul. Ekonomi Makro Islam; pendekatan teoritis. Jakarta: Kencana Prenada, 2008.
Putong, Iskandar, Ekonomics: pengantar mikro dan mikro , Jakarta: mitra wacana media, 2008
Raharja, pratama dan mandala, manurung. Teori ekenomi makro suatu pengantar. Jakarta: lembaga penerbit FE UI, 2008.
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Asatrus, 2005
Brue, Campbell R. McConnell dan Stanley L., Economic, Principles, and Policiess, McGraw-Hill Companies, 2002
Chapra, M. Umer, Toward A Just Monetary System, Terjemah , Ikhwan Abidin Basri, Sistem Moneter Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1985
Colander, David C., Economics, McGraw-Hill Companies, 2004
Djohanputro, Bramantyo, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, Jakarta: PPM, 2006
Grey, Arthur, Economic Issues and Policies, Boston, Hougthon Mifflin Company, t.th
Hasan, Ahmad, Al-Auraq al-Naqdiyah fi al-Iqtidhad al-Islamy Qimatuha wa Ahkamuha, terj. Saifurrahman Barito dan Zulfikar Ali, Mata uang Islami Tela’ah Komperhensif system Keuangan Islami, Jakarta: T Raja Grafindo Persada, 2004
Islahi, Abdul Azim, Economic Consepts Of Ibn Taimiyah, London, The Islamic Fondation, 1988
Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004
Karim, Adiwarman Azwar, Ekonomi Makro Islami, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
Lipsey, Ricard G., Economic, t.r, 1963
Nasution, Mustafa Edwin, dkk., Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006
Schiller, Bidley R., The Economy Today, McGraw-Hill Companies, 2003
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makroekonomi, Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar