Rabu, 23 Oktober 2013

CSR - Konsep Tanggung Jawab

Konsep Tanggung Jawab
Dalam Makna Responsibility
Burhanuddin Salam, dalam bukunya “Etika Sosial”, memberikan pengertian bahwa responsibility is having the character of a free moral agent, capable of determining one’s acts, capable deterred by consideration of sanction or consequences. (Tanggung jawab itu memiliki karakter agen yang bebas moral, mampu menentukan tindakan seseorang, mampu ditentukan oleh sanki atau hukuman atau konsekuensi). Setidaknya dari pengertian tersebut dapat kita ambil 2 kesimpulan yaitu : Harus ada kesanggupan untuk menetapkan suatu perbuatan dan harus ada kesanggupan untuk memikul resiko atas suatu perbuatan.
Kemudian kata tanggung jawab itu sendiri memiliki 3 unsur, yaitu:
1.    Kesadaran (awareness) berarti tahu, mengetahui, mengenal. Dengan kata lain, seseorang baru dapat dimintai pertanggungjawaban, bila yang bersangkutan sadar tentang apa yang dilakukannya;
2.    Kecintaan atau kesukaan (affiction) berarti suka, menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan dan kesediaan berkorban. Rasa cinta timbul atas dasar kesadaran, apabila tidak ada kesadaran berarti rasa kecintaan tersebut tidak akan muncul. Jadi cinta timbul atas dasar kesadaran, atas kesadaran inilah lahirnya rasa tanggung jawab;
3.    Keberanian (bravery) berarti suatu rasa yang didorong oleh rasa keikhlasan, tidak ragu-ragu dan tidak takut dengan segala rintangan.
Jadi pada prinsipnya tanggung jawab dalam arti responsibility lebih menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib dilakukan secara sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan atau konsekuensi apapun dari perbuatan yang didasarkan atas moral tersebut. Dengan kata lain responsibility merupakan tanggung jawab dalam arti sempit yaitu tanggung yang hanya disertai sanksi moral. Sehingga tidak salah apabila pemahaman sebagian pelaku dan atau perusahaan terhadap CSR hanya sebatas tanggung jawab moral yang mereka wujudkan dalam bentuk philanthropy maupun charity.
Dalam Makna Liability
Berbicara tanggung jawab dalam makna liability, berarti berbicara tanggung jawab dalam ranah hukum, dan biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan. Dalam hukum keperdataan, prinsip-prinsip tanggung jawab dapat dibedakan sebagai berikut :
1.    Prinsip tanggung jawab berdasarkan adanya unsure kesalahan (liability based on fault);
2.    Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga(presumption of liability);
3.    Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability or strict liability).
Selain ketiga hal tersebut, masih ada lagi khusus dalam gugatan keperdataan yang berkaitan dengan hukum lingkungan ada beberapa teori tanggung jawab lainnya yang dapat dijadikan acuan, yakni :
1.      Market share liability;
2.      Risk contribution;
3.      Concert of action;
4.      Alternative liability;
5.      Enterprise liability.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan perbedaan antara tanggung jawab dalam makna responsibility dengan tanggung jawab dalam makna liability pada hakekatnya hanya terletak pada sumber pengaturannya. Jika tanggung jawab itu belum ada pengaturannya secara eksplisit dalam suatu norma hukum, maka termasuk dalam makna responsibility. Sebaliknya, jika tanggung jawab itu telah diatur di dalam norma hukum, maka termasuk dalam makna liability
Munculnya Konsep CSR didorong oleh terjadinya kecenderungan pada masyarakat industri yang dapat disingkat dengan fenomena DEAF sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi ( Suharto, 2005)
1.    Dehumanisas industry.  Efisien dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industri telah menciptakan persoalan-persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan tersebut, maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. “Merger  mania” dan perampingan perusahaan telah menimbulkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja dan  pengangguran,  ekspansi  dan  eksploitasi  dunia  industri  telah  melahirkan polusi  dan kerusakan lingkungan yang hebat.
2.    Equalisasi hak-hak publik. Masyarakat kini  semakin  sadar akan haknya untuk meminta pertanggungjawaban perusahaaan atas berbagai masalah sosial yang sering kali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran  ini  semakin  menuntut  akuntabilitas perusahaan  bukan  saja  dalam  proses  produksi,  melainkan  pula  dalam kaitannya  dengan  kepedulian  perusahaan  terhadap  berbagai  dampak  sosial  yang ditimbulkannya.
3.    Aquariumisasi dunia industri.  Dunia kerja  ini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan  yang hanya memburu rente ekonomi dan cenderung mengabaikan hokum, prinsip, etis dan filantropis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan  dalam  banyak  kasus,  masyarakat  menuntut  agar  perusahaan seperti ini di tutup.
4.    Feminisasi dunia kerja. Semakin banyaknya wanita yang bekerja semakin menuntut dunia perusahaan, bukan saja terhadap lingkungan internal organisasi seperti pemberian cuti hamil dan melahirkan, kesehatan dan keselamatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya  biaya-biaya sosial, seperti penelantaran anak, kenakalan remaja akibat berkurangnya kehadiran ibu-ibu di rumah dan tentunya dilingkungan masyarakat. Pelayanan  sosial  seperti  perawatan  anak  (child  care),  pendirian fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak, atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi remaja bisa merupakan sebuah “kompensasi” sosial terhadap isu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar